Toko Buku Online

SELAMAT DATANG!!!
Hadir dengan informasi pendidikan, kewarganegaraan, seputar guru, pembelajaran, artikel dan penelitian (PTK). Bagi siswaku, web ini merupakan papan tulis online, bagi rekan guru: take and give. Selamat Belajar!!!

Senin, 08 April 2013

GALAU UJIAN NASIONAL

Polemik penyelenggaraan ujian nasional yang digelar pemerintah dan merupakan agenda rutin tiap tahun seolah tiada henti. Pro dan kontra penyelenggaraan menempati top list berbagai media. Bahkan tempo hari salah satu pewarta visual Al-Jazeera, sebuah stasion TV internasional juga turut memberitakan. Mengapa ini terjadi? 

LEMBAGA PENDIDIKAN KITA BELUM SIAP KOMPETISI
Ketika diberi akronim EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) tidak ada polemik pro dan kontra. Karena sentralisasi pemerintahan, dan kran demokrasi belum terbuka lebar. Sistem evaluasi tersebut pada jamannya sangat manjur menentukan prestasi hasil belajar, karena iklim kompetisi dan besarnya motivasi belajar. Setelah kran demokrasi terbuka, mulailah dibicarakan soal efektifitas penyelenggaraan ujian nasional untuk mengukur prestasi siswa dalam dekade jenjang masing-masing. Kini, setelah berubah nama dan konsep penyelenggaraan menjadi UN (Ujian Nasional) sorotan publik semakin santer dan kencang. Mengapa? Karena kita belum siap kompetisi. Buruknya kinerja pemerintah membuat lembaga pendidikan semakin berani mencari akal meningkatkan kualitas dengan cara-cara unsportif. Disebabkan kualitas masih diukur secara kuantitatif. Akibatnya terjadi kompetisi yang tidak sehat dan memperburuk kualitas pendidikan. Besar dikuantitas, minim di kualitas.
Andai Lembaga pendidikan kita siap kompetisi, sebenarnya alasan apapun dari tujuan penyelenggaraan ujian nasional akan membuahkan manfaat. Peta penyebaran kualitas pendidikan dalam rangka memberikan pelayanan standar seperti yang dirumuskan SNP akan semakin terwujud. 
Belum siap kompetisinya lembaga pendidikan salah satu sebab adalah rendahnya kualitas tenaga edukatif. Kualitas pendidik yang rendah menyebabkan proses pembelajaran tidak optimal. 
Untuk mendongkrak iklim kompetisi itulah, maka menurut hemat saya UN terus diadakah, selain sebagai tolok ukur untuk menandai bahwa anak didik telah menuntaskan masa pendidikan disuatu jenjang yang dilakoninya. Klaim pemerintah bahwa UN untuk pemetaan sangat beralasan untuk tujuan tersebut. Jika penyelenggaraan UN dijiwai dengan semangat kejujuran, maka 2 dampak positif akan dihasilkan. Pertama, dengan pemetaan yang didapat, dapat diketahui signifikansi antara nilai rendah dengan kualitas pembelajaran yang rendah (baca tenaga pendidik rendah). Kedua, pemetaan juga dapat dibaca dan disimpulkan angka pertisipasi pendidikan suatu daerah rendah atau tinggi. Dua hal ini saya rasa cukup bermanfaat.

GALAU?
Tentu saja. Siapnya lembaga kita baru tahap administrasi, karena ada pedomannya. Tetapi secara proses, sebagai objek pelaksanaan UN kita belum siap. Munculah kegalauan berbagai elemen penyelenggara. Dengan mekanisme dan teknik penyelenggaraan yang semakin ketat, akal-akalan menyiasati hasil semakin sulit. Ini artinya jika suatu saat proses terjadi, maka dapat dibayangkan betapa malunya jika suatu lembaga pendidikan siswanya banyak tidak lulus. Prestise akan turun, nilai jual lembaga pendidikan semakin rendah. Hal ini tidak menguntungkan dari sisi "bisnis" lembaga. Lantas sikap galau tersebut disiasati dengan berbagai strategi. Strategi apa untuk suksesi penyelenggaraan, akan kita ketahui bila selesai dievaluasi oleh lembaga yang berwenang.
Kegalauan mestinya tidak akan terjadi, andai setiap lini dan elemen penyelenggara siap secara administrasi dan substansi. Sebenarnya yang paling pokok adalah substansi, karena menunjukkan kinerja sistem lembaga mulai dari manajemen lembaga, proses belajar mengajar, evaluasi dan tiandak lanjut. Substansi menunjukkan potret sejauh mana suatu lembaga menyelenggarakan peroses pendidikan yang baik.

KOMPENSASI KETIDAKMAMPUAN
Kontra, adalah sebuah sikap yang boleh. Sebagai peng-aku-an adanya hak berpendapat. Dan dijamin oleh pasal 28 UUD NRI 1945. Tetapi kontra hendaknya dilandasi rasa tanggung jawab. Jika tidak mampu menunjukkan tanggung jawab, maka kontra akan dinilai sebagai sikap kompensasi karena ketidakmampuan seseorang.
Sikap kontra terjadi pada penyelenggaraan UN tiap tahun, karena prinsipnya ogah repot-repot, tapi ingin dapat hasil yang baik. Sehingga ketika penyelenggaraan semakin ketat, sikap kontra semakin menjadi-jadi. Kejujuran tersembunyi yang tidak diungkapkan karena sebenarnya kita tidak mampu memenuhi standar kelulusan.

DAFTAR PANJANG KEBOBROKAN
Mari kita cermati kesalahan sistem kita berangkat dari diri kita sendiri. 
Akuilah bahwa kita tidak mampu/kurang kualitas. Mengajar kita belum optimal, prinsip paedagogis yang kita terapkan amburadul, proses belajar mengajar disibukkan urusan diluar tugas, evaluasi belajar tidak kita ikuti dengan tindak lanjut, baik hanya dinilai dari sisi administrasi.
Berbagai evaluasi dari atasan disiasati dengan kolusi dan nepotisme, memberikan pelayanan yang baik termasuk memberi sangu banyak, agar tidak dinilai buruk. Bim-salabim pokok laporan evaluasi bagus.
Berbagai kegiatan pengembangan diri juga tak lepas dari kecurangan. Anggapan menghabiskan anggaran, menimbulkan jiwa tidak serius, pokok diselnggarakan habis perkara yang penting laporannya. Waktu penyelenggaraan 7 hari disunat menjadi 5 hari. Klop, sama senangnya, peserta senang, penyelenggara untung. 
Kegiatan sosialisasi, desimenasi atau apapun namanya syarat dengan ketidakseriusan. Akibatnya waktu terbuang, tugas utama mengajar ditinggalkan demi sebuah pengembangan diri.

Sampai kapanpun jika ruh penyelenggara seperti itu tidak akan membuahkan hasil. Sekarang tinggal personalisasi mutu, introspeksi diri. Mudah-mudahan kedepan lebih clear,bersih dan wangi pendidikan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes
Tetukoinposting.com: Toko Buku paling terpercaya silakan belanja di http://www.belbuk.com/?ref=1965.