Menpresentasikan
kegiatan kewarganegaraan disekolah belum dilakukan di Indonesia. Yang ada
proses belajar dan eksplorasi lingkungan wiyata mandala, itupun sebatas
kegiatan berlabel masa orientasi. Bagaimana menciptakan komunitas sekolah
sebagai lingkungan biasa dan berkenan pada anak-anak?
Untuk itu sekolah dapat
menawarkan siswa berbagai kesempatan untuk mengembangkan keterampilan mereka
untuk berpartisipasi lebih lengkap dalam masyarakat dengan project
action di sekolah. Di
Bondowoso, sekolah favoritpun belum melaksanakan hal ini, sekolah favorit
masyarakat tak ubahnya sebagai tempat yang terbatas dengan keunggulan. Sehingga
potret kehidupan masyarakat umumnya tidak tercermin sama sekali. Tali RSBI
ataupun apa bentuknya merefleksikan secriditas internal membuat takut
masyarakat untuk memasukinya.
Dalam upaya untuk menciptakan pendekatan yang positif untuk warga lokal dan global (masyarakat umum), project masyarakat global bisa dimulai pada masa SMP yang seharusnya sudah dimulai sejak SD (usia 6 tahun). Sebagai ilustrasi kegiatan, setidaknya gambaran berikut ini menuntun pemikiran kita pada kegiatan tersebut:
Dalam upaya untuk menciptakan pendekatan yang positif untuk warga lokal dan global (masyarakat umum), project masyarakat global bisa dimulai pada masa SMP yang seharusnya sudah dimulai sejak SD (usia 6 tahun). Sebagai ilustrasi kegiatan, setidaknya gambaran berikut ini menuntun pemikiran kita pada kegiatan tersebut:
Kegiatan ini bisa melibatkan OSIS maupun berdiri sendiri sebagai poject
khusus sekolah, beri kesempatan pada beberapa siswa yang telah matang sosialnya
memimpin kelompok sekitar 12-15 siswa dengan usia yang setara. Kemudian
konseplah bentuk kegiatan yang bertemakan keterampilan social. Contohnya adalah
mengumpulkan teman-temannya dalam kelompok tersebut, membantu dan merawat
mereka yang sakit, membantu teman menghadapi kesulitan-kesulitan hidup, menjadi
tutor sebaya, mengadakan pembicaraan sekitar kesulitan teman-temannya, dan
kegiatan sejenis itu. Tujuannya
adalah untuk mengembangkan pemahaman, sikap dan keterampilan untuk menjalani
gaya hidup yang aman dan sehat, untuk mewujudkan potensi mereka sendiri dan
memberikan kontribusi positif kepada kelompoknya (baca masyarakat sekolah).
Pola kegiatan tersebut dipantau (tidak usah dibimbing) dalam kegiatan
tersebut hendaknya memperhatikan dan mengacu pada perspektif kesetaraan gender dan pendidikan
multikultural. Kesetaraan gender dimaksudkan agar ada penghargaan pada
gender yang akhir-akhir ini cenderung menurun. Peran gender sangat penting,
untuk memperoleh kesepadanan peran social. Sedangkan pendidikan multicultural ditujukan
untuk lebih memvariasikan jenis kegiatan tersebut. Pendidikan multicultural akan
memahamkan pada anak tentang bagaimana proses pendidikan sebenarnya berjalan
dengan latar masing-masing. Dengan memperhatikan 2 perspektif di atas, baik
gender maupun pendidikan multicultural maka project ini akan memperoleh arti
yang luar biasa bagi terwujudnya aktifitas kewarganegaraan yang direncanakan.
Masih berlanjut pada gambaran kegiatan di atas, dalam proses pelaksanaanya, pemimpin kelompok yang telah ditunjuk, dilatih di dua tempat pelatihan yang direncanakan. Misalnya 2 hari kegiatan. Memperkuat kegiatan tersebut, hendaknya diberi pengukuhan peran pada masing-masing peserta. Contohnya dengan memberikan reinforcement berupa sertifikat. Dalam proses, dihadirkan beberapa tokoh masyarakat, baik dari kalangan praktisi maupun birokrasi. Misalnya mengundang anggota DPR Kab. Bondowoso untuk acara pembukaanya. Diharapkan tokoh tersebut mampu menggugah peran kewarganegaraan siswa. Serta mampu menegaskan pentingnya kepemimpinan dan tanggung jawab dalam hidup berwarganegara. Birokrat yang diundang hendaknya dapat merefleksikan makna kegiatan tersebut, pengalaman-pengalaman yang dimiliki, dan lainnya.
Masih berlanjut pada gambaran kegiatan di atas, dalam proses pelaksanaanya, pemimpin kelompok yang telah ditunjuk, dilatih di dua tempat pelatihan yang direncanakan. Misalnya 2 hari kegiatan. Memperkuat kegiatan tersebut, hendaknya diberi pengukuhan peran pada masing-masing peserta. Contohnya dengan memberikan reinforcement berupa sertifikat. Dalam proses, dihadirkan beberapa tokoh masyarakat, baik dari kalangan praktisi maupun birokrasi. Misalnya mengundang anggota DPR Kab. Bondowoso untuk acara pembukaanya. Diharapkan tokoh tersebut mampu menggugah peran kewarganegaraan siswa. Serta mampu menegaskan pentingnya kepemimpinan dan tanggung jawab dalam hidup berwarganegara. Birokrat yang diundang hendaknya dapat merefleksikan makna kegiatan tersebut, pengalaman-pengalaman yang dimiliki, dan lainnya.
Project tersebut dilaksanakan sepanjang masa belajar siswa. Kalau SMP
berarti 3 tahun. Tiap tahun berjalan diadakan evaluasi dan tindak lanjut yang
relevan. Peran masing-masing guru bidang studi dapat memberikan actualisasi
nilai pada proses evaluasi tersebut. Tiap masa 1 tahun berjalan, pola hubungan
ditingkatkan dengan mengembangkan hubungan yang lebih variatif, misalnya melibatkan
multi usia sekolah. Gambaran progress akan menunjukkan pada peningkatan
kepedulian dan tanggung jawab siswa. Demikian juga, anggota yang lain akan
terlihat kepercayaan dan rasa hormat pada teman lainnya, harga diri siswa juga
akan semakin meningkat seiring peran yang diberikan. Hasil lengkap pada tahun
ke-3 ketika siswa hamper lulus dapat dilihat nilai positif dari tujuan kegiatan
ini.
Dampak kegiatan tersebut secara internal maupun eksternal dapat
dirasakan. Secara internal, OSIS sebagai legal formalnya organisasi tingkat
sekolah juga semakin meningkat (kena dampak), sedangkan secara eksternal akan
memberikan dampak pada persepsi anak terhadap sekolah bila sudah berada
dilingkungan rumahnya masing-masing. Luar biasanya, untuk daerah yang ber APP
rendah seperti Bondowoso, akan sangat membantu orang tua memperoleh pemahaman
penting tentang arti pendidikan formal. Anakpun akan semakin giat membantu
orang tua dalam kegiatan di rumah.
Ini konsep, karena itu butuh aplikasi. Dapat dijalankan pada lingkungan
sekolah yang variatif. Di era pendidikan dengan nuansa demokratisasi seperti
Indonesia ini, layak kiranya dijadikan sebagai kegiatan intrakurikuler
tambahan. Juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk penilaian diri siswa dalam
mengembangkan potensi sesuai dengan yang diharapkan. Mudah-mudahan. (Tetuko J Pamungkas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar