Baru lalu, dunia pendidikan Indonesia diramaikan oleh PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun pelajaran 2012/2013. Tidak bermaksud menggugat sistem PPDB yang sudah ada domnisnya, saya terusik berbagai realita sekitar prosesi PPDB. Khususnya di kabupaten tempat saya bernaung dengan referensi pemberitaan mas media elektronik maupun dumay.
Anak-anak penuh suka cita bila diterima pada sekolah sesuai pilihannya, sebaliknya bersedih bila gagal masuk pada sekolah yang dia sukai. Dibalik semua itu, perlu ditelisik tentang dibalik prosesi yang menentukan motivasi kelanjutan sekolah bagi anak-anak bangsa kita. Beberapa kejadian dengan fakta yang telah ditelusuri, ditemui ketidakadilan dalam memperoleh kesempatan belajar sesuai dengan pilihan anak-anak kita. Fakta itu adalah:
1. PPDB dengan sistem Test
Beberapa sekolah yang menurut dinas pendidikan diidolakan karena beberapa penilaian yang menunjukkan "kebagusan" dari sekolah tersebut, harus menerapkan sistem penyaringan input melalui test masuk. Test ini diadakan dengan beberapa kriteria pembobotan yang telah "distandarisasi" oleh sekolah tersebut. Terkesan tidak transparan, karena kebanyakan rubrik penilaian dari pembobotan tersebut hanya disampaikan aturan globalnya. Secara detail tidak dicantumkan.Sistem test memang sepintas dapat menjamin keadilan penerimaan siswa, namun dibalik itu membuahkan celah kolusi dan nepotisme. Sudah bukan rahasia sekolah vaforit menjadi incaran semua orang tua dan siswa, sehingga untuk masuk sekolah kategori tersebut dilakukan banyak cara. Cara regular tentu melalui test normal dengan kiat belajar yang rajin dan tekun, cara non regular ditempuh melalui jalur "khusus" dari celah test. Beberapa anak "pejabat" dan anak orang "berduit" memanfaatkan jalur ini. Dengan sedikit pendekatan dan hoping yang dijalankan orang tua kategori ini, panitia PPDB dapat dengan mudah mengatur hasil test untuk menyingkirkan beberapa siswa yang mestinya masuk/lulus menjadi tidak lulus dengan klaim nilai dibawah standar yang ditetapkan walaupun mereka bernilai NUN tinggi. Sementara itu, "lowongan" dari proses tersebut akan diisi melalui jalur hoping seperti deskripsi di atas.Tentu, jaminan memperoleh keadilan masuk sekolah vaforit bukan untuk anak-anak yang memang berprestasi, tetapi tertepis oleh adanya beberapa oknum yang "menitipkan" anak dan saudaranya dengan mengorbankan mereka yang seharusnya lolos ujian tulis PPDB.Analisa di atas bukan "ngawur", beberapa siswa yang kategori memang pintar banyak yang tidak lolos PPDB jalur test, sementara yang bernilai rendah dan di sekolah sebelumnya tidak menunjukkan prestasi yang signifikan justru melenggang masuk/lulus.
2. PPDB Jalur Non Tes.
Proses ini, dilaksanakan oleh sekolah-sekolah kategori "pinggiran". Tidak masuk kategori vaforit. Input tanpa batas, semua bisa masuk dengan syarat yang telah ditentukan sesuai dengan domnis yang dikeluarkan Kemendikbud. Tentu model seperti ini lumrah dan wajar, karena pendidikan hak siapapun tanpa melalui syarat non reguler.Rata-rata, sekolah seperti ini ibaratnya menerima "buangan" dari sekolah-sekolah vaforit. Unsur tendik pada sekolah tersebut harus bekerja keras dalam proses pendidikan awal. Mengapa? Karena dihuni oleh input yang dibawah standar dan dari "buangan", maka rata-rata siswa memiliki motivasi belajar yang rendah. Usaha keras dilakukan untuk membangun motivasi anak-anak. Para guru harus bekerja keras dengan menerapkan berbagai kemampuan profesionalitasnya. Mulai dari unsur staf administrasi yang harus memberikan pelayanan "sabar", bimbingan konseling yang harus ekstra perhatian dan para pendidiknya juga harus mawas diri ketika berhadapan dengan anak-anak ketika PBM.Pada proses ini, pelaksanaan masa orientasi siswa sangat vital. Membangun motivasi untuk giat belajar dan tetap "krasan" disekolah bukan upaya mudah, kadang harus menguras tenaga dan biaya. Sebagai deskripsi, ada beberapa sekolah yang di awal tahun pelajaran harus "menekori" keuangan sekolah untuk membelikan seragam dan berbagai piranti anak-anak untuk memulihkan motivasi anak. Anggaran keuangan yang digunakan tidak ada dalam pos reguler dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pintar-pinternya pengelola keuangan sekolah mengatur hal ini.
Dari proses di atas, ada dua hal yang menjadi titik simpulan kita.
- Sekolah dengan jalur PPDB Tes, memperoleh kemudahan dalam proses PPDB. Selain tidak memerlukan promosi, dari sisi management sekolah memperoleh kemudahan karena kemampuan financial orang tua siswa dan rata-rata anaknya bermotivasi belajar. Namun celah test dapat menimbulkan keadilan kesempatan berpendidikan disekolah yang bagus karena banyaknya jalur "titipan" dari anak-anak dengan latar belakang orang tua berkemampuan financial tinggi.
- Sekolah dengan jalur PPDB murni tanpa tes, harus bekerja keras membangun motivasi belajar siswa. Karena inputnya rata-rata dengan latar belakang keluarga tidak termotivasi dan dengan kemampuan fiancial rendah. Pada sekolah ini unsur internal sekolah harus bekerja keras, dan diuji benar kredibilitasnya sebagai seorang pendidik yang profesional.
Sebagai proses yang lazim terjadi, patut atau tidak, akan terlihat dari masa mendatang. Mentalitas dan karakter seperti apa yang akan tergambar bila ditelisik lebih jauh akan terwujud dari output nanti. Generasi penerus bangsa di-"olah" dengan mekanisme yang tidak benar dan tidak adil. Refleksi dari hal tersebut adalah: Indonesia Sebagai Negara dengan Tingkat Korupsi Tinggi di Dunia.
Jelas, bahwa korupsi di Indonesia sudah mengakar dalam. sulit dihapus!!!
BalasHapusJangan pesimis mas, asal kita smart Tuhan pasti tahu. pokok yakin.
BalasHapusMas Tuko, saya ini korban. sudah belasan tahun sukwan, usaha sudah, tapi tanpa hasil. gampang yang punya koneksi.
BalasHapus